Kamis, 03 Desember 2009

Diskusi Bulanan SCEDEI 4 Desember 2009

Term of Reference Diskusi Bulanan SCEDEI

Pilkada dan Bencana

Wisma Indah VII Blok G/I No. 5 Tabing Padang (Samping Asrama Haji Tabing)

4 Desember 2009, Pukul 14.00 WIB


Latar Belakang :


Secara potensial, Sumatera Barat merupakan daerah yang paling rawan dengan bencana alam, sebut saja gempa bumi, stunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang, abrasi, dan longsor. Sederet potensi bencana alam itu, satu per-satu telah mulai mengancam, merugikan dan menghancurkan alam dan masyarakat Sumbar.


Gempabumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 dengan berkekuatan 7,9 SR adalah salah satu potensi bencana yang telah meluluh-lantahkan Sumatera Barat dan sekitarnya. Hingga diperkirakan, seluruh kerugian yang di alami tercatat sebanyak 20,86 triliun. Atas dasar rasa simpati, empati dan nilai-nilai kemanusiaan, dari berbagai kalangan, kelompok dan wilayah telah ikut berpartisipasi memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, obat-obatan dan lain sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Dua bulan hingga kini pasca gempa, dampaknya di Sumaatera Barat masih meninggalkan segudang masalah yang sangat mendesak untuk diselesaikan. Mulai dari rehabilitasi dan rekonstruksi fisik fasilitas umum dan masyarakat sipil hingga rehabilitasi dan rekonstruksi mental masyarakat yang sempat down akibat gempa. Untuk mengatasi semua itu, sangat dibutuhkan perhatian yang serius dan membangun.


Limbak dari pada itu, Sumatera Barat yang masih bersimbah kesedihan, akan menghadapi agenda wajib demokrasi yang sudah diambang pintu. Sebanyak 13 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat plus satu Provinsi akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2010. Oleh karena itu, Apakah pilkada di daerah yang sedang terluka ini bisa menjadi momentum untuk bangkit dari keterpurukan dan muti-kekrisisan?


Menjadikan pilkada sebagai momentum untuk kebangkitan Sumatera Barat sangatlah tepat dan beralasan. Namun begitu, apakah masyarakat Sumatera Barat sudah siap atau belum untuk menghadapai pesta ini. Karena, pesta demokrasi yang demokratis sangat membutuhkan partisipasi masyarakat sipil dalam prosesi pemilu. Sementara itu, masyarakat Sumbar baik yang tergabung dalam ormas-ormas maupun tidak tengah disibukkan dengan penyelesaian masalah kemasyarakatan akibat gempa. Kemudian, disebagian daerah Sumbar yang terkena gempa dengan tingkat kerusakan yang cukup parah, seperti Padang, Padang Pariaman dan Agam, masyarakatnya masih diselimuti oleh rasa sedih dan krisis ekonomi. Disamping itu, agenda pendidikan politik juga penting dilakukan untuk masyarakat Sumbar pada umumnya.


Sangat besar harapan masyarakat Sumbar untuk dapat kembali bangkit bersamaan dengan pilkada yang demokratis. Tetapi, harapan itu akan berpotensi sirna akibat praktek politik yang tidak demokratis. Ketidakdemokratisan proses pilkada mungkin saja disebabkan oleh balon-balon yang akan maju ke pentas pertarungan pemilihan, terutama balon incameback. Di sini yang mejadi perhatian adalah etika politik dari balon-balon yang ikut bertarung tersebut. Sebab, dalam suasana sebagian masyarakat yang masih diliputi oleh rasa kesedihan yang medalam, para kandidat mengkapanyekan dirinya dengan mengusung beberapa visi dan misi yang membosankan telingga masyarakat mendengarkannya. Selain itu, juga sangat berpotensi akan terjadinya praktek money politik, karena dengan kondisi masyarakat yang sangat lemah dan goyah, baik secara pengetahuan maupun ekonomi, cukup rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan politik.


Untuk mewujudkan pilkada yang demokratis, juga tidak bisa terlepas dari kesiapan KPU sebagai panitia penyelenggara pemilahan umum dan pengawasan pemilihan umum. Khusus untuk Summatera Barat, perhatian dan energi seluruh masyarakat telah terkuras dan fokus mengahadapi pemulihan pasca gempa. Ditambah lagi masalah-masalah internal yang menjerat ditubuh KPU sendiri. Dengan demikian, belajar dari pengalaman yang lalu, tanpa persiapan yang matang oleh panitia penyelenggara pemilihan umum akan berdampak kepada distorsi-distorsi dan kecurangan-kecurangan yang dapat mengancam proses politik demokrasi yang demokratis.


Berdasarkan kepada wacana yang dikembangakan di atas, dapat dimunculkan beberapa pertanyaan, yaitu; bagaimana memberikan pendidikan politik, mensosialisasikan pentingnya pilkada dan keterlibatan masyarakat sipil dalam proses demokratisasi politik yang demokratis? Bagaimana keterlibatan balon-balon kepala daerah dalam proses demokratisasi secara etis dalam suasana duka kolektif? Dan bagaimana juga akan kesiapan KPU serta badan lainnya dalam menyiapkan dan menyajikan proses baralek pilkada yang demokratis.


Atas dasar inilah SCEDEI sebagai NGO mengupayakan tema Pilkada dan Bencana guna mencari sistem dan konsep yang tepat dan bernilai guna untuk mencapai dan mewujudkan kebangkitan masyarakat Sumbar secara bersama-sama.


Tujuan :

1. Untuk mendiskusikan secara mendalam tentang pendidikan politik, mensosialisasikan pentingnya pilkada dan keterlibatan masyarakat sipil dalam proses demokratisasi politik.

2. Untuk mendiskusikan keterlibatan balon-balon kepala daerah dalam proses demokratisasi secara etis dalam suasana duka kolektif dan kesiapan KPU serta badan lainnya dalam menyiapkan dan menyajikan proses pilkada yang demokratis.

3. Untuk berbagi pengalaman antar aktivis LSM tentang pilkada dan bencana di Sumbar.

4. Untuk membangun kesepahaman kolektif tentang pilkada dan bencana di Sumbar.


Waktu, Tempat, dan Pemateri/ Pemancing Diskusi :

Kegiatan ini diadakan pada:

Hari/Tanggal : Jum’at / 4 Desember 2009

Jam : 14.00 WIB – Selesai

Tempat : Sekretariat SCEDEI,

Wisma Indah VII Blok G/I No. 5 Parupuk Tabing - Padang

(samping Komplek Asrama Haji)

Tema : Pilkada dan Bencana

Pemateri :

· Virtous Setyaka, S.IP. M.Si (Dosen FISIP Univ. Andalas)

· Rifki Wahyudi (Komunitas Jurnalis Muda/ Wartawan Harian Singgalang)

· Muhammad Thaufan A, S.Sos (SCEDEI)

· PBHI Sumbar dan KPU Padang*


Bentuk Kegiatan :


Bentuk kegiatan ini adalah diskusi partisipatif yang dipandu oleh seorang moderator dan dua orang pemancing diskusi. Setiap peserta diharapkan berpartisipasi aktif selama kegiatan berlangsung. Acara ditutup dengan acara berbuka puasa bersama.


Peserta Kegiatan :


  1. LBH PADANG
  2. PBHI SUMBAR
  3. KJM SUMBAR
  4. KPMM
  5. KNPI SUMBAR
  6. UN OCHA
  7. P3SD
  8. WALHI SUMBAR
  9. KABISAT INDONESIA
  10. PAHAM SUMBAR
  11. TOTALITAS
  12. LP2M
  13. YCM
  14. PKBI
  15. PUSAKA
  16. HMI CAB PADANG
  17. IMM SUMBAR
  18. PMKRI
  19. GMNI
  1. BEM UNAND
  2. BEM UNP
  3. BEM IAIN IMAM BONJOL
  4. BEM UNES
  5. BEM UBH
  6. BEM ITP
  7. BEM ATIP
  8. BEM STIND
  9. Dll.

Penutup

Demikianlah TOR ini dibuat untuk menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam diskusi ini.


Hormat kami,

Badan Pelaksana

SCEDEI

ttd

Ibnu Chalid Bestari

Sekretaris Executive


Jumat, 27 November 2009

SEPUTAR KEGIATAN SCEDEI

Pasca gempa bumi 30 September 2009 yang menguncang Sumatera Barat, mulai tanggal 04 Oktober 2009 SCEDEI bekerja sama dengan DPP/DPW Saudagar Muda Minangkabau (SMM) bersama-sama melakukan kegiatan Emergency Respons di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam, dengan rincian sebagai berikut:


  1. Pendirian Posko SMM Peduli Koban Gampo di LPMP UNP (2 Oktober 2009)
  2. Emergency Respons dengan menyalurkan bantuan bencana (Sembako, Uang, Tenda, Selimut/Sarung, Obat-obatan, Pakaian, Peralatan Mandi, Genset, Keramik, dll) di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam.
  3. Assesment Usaha Kecil dan Menengah Kota Padang (Korban Gempa Sumbar), tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009.
  4. Penyaluran Bantuan Modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,-) kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 23 s/d 24 Oktober 2009.
  5. Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.
  6. Advokasi Pedagang Pasar Impres I, II, III, Pasar Raya Padang dari rencana penggusuran Pemko Kota Padang (25 Oktober s/d Sekarang).

SEPUTAR KEGIATAN SCEDEI

Pasca gempa bumi 30 September 2009 yang menguncang Sumatera Barat, mulai tanggal 04 Oktober 2009 SCEDEI bekerja sama dengan DPP/DPW Saudagar Muda Minangkabau (SMM) bersama-sama melakukan kegiatan Emergency Respons di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam, dengan rincian sebagai berikut:


1. Pendirian Posko SMM Peduli Koban Gampo di LPMP UNP (2 Oktober 2009)
2. Emergency Respons dengan menyalurkan bantuan bencana (Sembako, Uang, Tenda, Selimut/Sarung, Obat-obatan, Pakaian, Peralatan Mandi, Genset, Keramik, dll) di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam.
3. Assesment Usaha Kecil dan Menengah Kota Padang (Korban Gempa Sumbar), tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009.
4. Penyaluran Bantuan Modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,-) kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 23 s/d 24 Oktober 2009.
5. Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.
6. Advokasi Pedagang Pasar Impres I, II, III, Pasar Raya Padang dari rencana penggusuran Pemko Kota Padang (25 Oktober s/d Sekarang).

Foto Kegiatan SCEDEI Terkini


Karikatur (Gampo dan Century)

Pasca “G 30 S” di Pasar Raya Padang

Bencana gempa bumi mengguncang wilayah Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009, kekuatan gempa diperkirakan berkisar 7,6 SR (Sumber :BMKG) dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS - 99.65 BT pada kedalaman 71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat, dan beberapa kali gempa susulan pasca gempa besar tersebut.

Berdasarkan data terakhir yang diterbitkan oleh Satkorlak PB Provinsi Sumatera Barat dan BNPB per tanggal 18 Oktober 2009, jumlah korban jiwa pascabencana gempa bumi di Selatan Jawa Barat tercatat sebanyak 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 jiwa korban luka berat, 1.688 luka ringan, serta pengungsi sejumlah 410 jiwa, yang sebagian besar berada di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Selain itu, sesuai hasil pemutakhiran data terakhir pada tanggal 28 Oktober 2009, total jumlah rumah yang mengalami kerusakan sebanyak 249.833 unit dengan rincian: 114.797 unit rumah rusak berat, 67.198 unit rumah rusak sedang dan 67.838 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sejumlah gedung pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, hotel dan gedung/perkantoran keuangan dan perbankan.

Diindikasikan bahwa kerusakan dan kerugian terparah terjadi pada komponen perumahan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 15,41 triliun. Sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 963 miliar, sektor sosial Rp. 1,52 triliun, sektor ekonomi Rp. 2,3 triliun, dan lintas sektor (sub-sektor pemerintahan dan lingkungan) menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp. 674,6 miliar, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian tercatat Rp 20,86 triliun. Berdasarkan pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah dan BNPB, total kebutuhan pemulihan pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 6,41 triliun, dengan rincian Rp 3,16 triliun diperuntukkan bagi pemulihan perumahan, pemulihan infrastrukur Rp. 661,9 miliar; pemulihan sarana dan prasarana sosial Rp. 1,268 triliun; pemulihan ekonomi Rp. 189,43 miliar dan lintas sektor, termasuk didalamnya kantor pemerintahan sebesar Rp. 1,097 triliun.

Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun anggaran, dimulai dengan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011.

Kisruh Pasar Raya Padang

SCEDEI telah melakukan assesment terhadap pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang serta pedagang kecil lain di beberapa titik di kota Padang tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009. Kami berkesimpulan bahwa mereka sangat membutuhkan modal untuk berdagang kembali, karena modal dagang mereka habis untuk biaya bertahan pasca gempa dimana tidak bisa berdagang selama seminggu. Maka setelah mengkomunikasikan hal ini dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), SMM bersedia memberikan bantuan modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,- yang didistribusikan pada tanggal 23 s/d 24 Oktober 2009.

Melihat peliknya masalah yang dihadapi oleh pedagang kecil terutama pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, perlu dilakukan Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), tanggal 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.

Ternyata hambatan yang merintangi mereka bukan hanya modal usaha, tetapi tempat berusaha mereka selama ini yang porak poranda akibat gempa. Ratusan orang pedagang Pasar Raya telah menemui Walikota Padang dan mereka protes karena dilarang berjualan di pasar inpres tahap dua, yang dua pekan lalu terbakar karena gempa. Larangan berjualan itu disampaikan pemerintah kota melalui surat edaran yang dikeluarkan dinas pasar karena bangunan itu sudah tidak layak untuk dipakai.

Para pedagang menilai bangunan pasar inpres sebagian masih layak untuk ditempati, walaupun dibeberapa sisi mengalami kerusakan akibat gempa dan kebakaran. Mereka menolak rekonstruksi atau rehabilitasi pasar inpres sebelum adanya tempat relokasi sementara yang jelas dari Pemko Padang. Mereka juga menolak pembangunan pasar inpres dari dana investor, menurut mereka pasar inpres dulunya didirikan oleh pemerintah (berdasarkan Instruksi Presiden) dengan dana APBN, maka sudah sewajarnya pasar ini dibangun kembali menggunakan dana APBN atau APBD pula.

Tanggal 28 Oktober 2009, Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang berasal dari PKL Sandang Pangan, pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, berunjuk rasa ke DPRD Padang. Mereka menuntut agar pembangunan kios darurat di Jalan Sandang Pangan itu dihentikan. Karena akses jual-beli turun drastis karena memakai badan jalan sehingga angkot tidak bisa masuk ke area pasar raya.

Usai berorasi di depan kantor DPRD Kota Padang dilakukan pertemuan dengan 10 anggota DPRD Padang. Dalam pertemuan itu, beberapa utusan perwakilan pedagang menyatakan keberatannya dengan keberadaan pasar darurat saat ini. Mereka menuntut wakil rakyat untuk bersikap tegas membela para pedagang yang dianggap dizalimi oleh Walikota Padang, Fauzi Bahar. Walikota dicap tidak mampu memberikan solusi yang cerdas terhadap nasib mereka.

Budi Syahrial, ketua Aliansi Pedagang Ikatan Pedagang Kecil kembali menegaskan tiga tuntutan yang hingga saat ini terus diperjuangkan Aliansi Pedagang Pasarraya, Padang. Tuntutan tersebut berisi, pertama: menolak relokasi sementara pedagang korban gempa bumi di kawasan Jalan Pasar Baru, Jalan Sandang Pangan dan Jalan Pasar Raya.

Kedua; meminta Pemko Padang merelokasikan para pedagang ke lapangan RTH Imam Bonjol. Ketiga; Rekonstruksi pasar harus dilakukan oleh pemerintah, tidak melalui investor atau diswastanisasikan.

Pertemuan berlangsung alot dan panas. Sejumlah perwakilan Pedagang Pasar Raya Padang menyampaikan uneg-unegnya berkaitan dengan kisruh berkepanjangan antara pedagang pasar raya dan Pemko pasca gempa.

Pada tanggal 18 November 2009, melalui Surat pernyataan yang dikeluarkan oleh wakil walikota tersebut berisikan bahwa Mahyeldi Ansarullah selaku Wakil Walikota Padang akan mengkonsultasikan dengan BPK atau BPKP tentang aturan dan tata cara pembongkaran, dan pembongkaran tersebut akan dilakukan setelah dua hari sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembongkaran terhadap kios-kios sementara yang telah didirikan di Jalan Pasar Baru dan jalan Sandang Pangan Pasar Raya Padang telah dilakukan, sehingga angkot dapat kembali melewati jalur tersebut.

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pedagang pasar. Pemerintah akan membangun kembali pasar raya Padang, khususnya memperbaiki pasar Inpres I, II dan III yang rusak dengan dana APBN senilai Rp. 230 miliar.

"Dari dana sebesar Rp230 miliar tersebut pasar yang semula dua lantai dijadikan empat tingkat. Lantai keempat dijadikan sebagai shelter atau tempat evakuasi warga ketika tsunami datang," kata Walikota Padang, Fauzi Bahar pada media (19/11/2009).

Menurut Fauzi, Kota Padang merupakan daerah yang rawan bencana gempa dan tsunami sehingga sejak dini sarana evakuasi perlu segera disiapkan antara lain dengan membangun sejumlah shelter atau tempat evakuasi tsunami.
"Ketika bencana tsunami datang, pedagang yang beraktivitas di pasar tersebut bisa menyelamatkan diri naik ke lantai empat sehingga pembangunan pasar tersebut akan dilakukan sesuai struktur bangunan tahan gempa," katanya.

Ia mengatakan, pembangunan ini dilakukan guna menekan korban jiwa. Akan tetapi bagi pedagang untuk ingin memperoleh kembali bangunan kiosnya yang sudah selesai direhab itu harus memperlihatkan kartu kuning sebagai bukti bahwa mereka sebagai pemiliknya.

Tanpa kartu kuning itu, kata Fauzi lagi, pedagang diyakini tidak akan bisa memperoleh kembali haknya atas kios-kios yang rusak pascagempa. Kios-kios yang rusak dan diperbaiki tersebut tidak akan diberikan secara gratis, karena bentuk bangunannya menjadi baru dan lebih diperindah sehingga pemilik kartu kuning diberikan kewajiban tambahan.

"Kewajiban tambahan itu tidak besar karena tentu disesuaikan dengan situasi dan kondisi pedagang terkait mereka baru saja mendapat bencana atas kerusakan kios mereka itu," janji Walikota Padang.

Pasar adalah roh perekomian, kalau tak di atasi dengan baik akan menimbulkan dampak yang besar bagi pertumbuhan masyarakat. Mari bangkitkan kesepahaman dan komitmen bersama baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, NGO, Ormas, dan kalangan perguruan tinggi/ akademisi dalam membangun kembali seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa di Sumatera Barat. Salah satu tugas kita (NGO) untuk ikut mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi Sumatera Barat dua tahun ke depan.

Iklan Politik (Harus Jujur dan Adil)

Mengamati fenomena iklan politik di kota Padang dikaitkan dengan tahap recovery bencana gempa bumi di Sumatra Barat, Selasa 10/11/09, Thaufan dari redaksi bulletin Scedei melakukan wawancara singkat dengan Prof. Damsar, Pengamat Sosiologi Politik Fisip Unand. Berikut petikan wawancaranya:

Thaufan: Bagaimana bapak melihat iklan politik di tengah masa recovery bencana gempa Bumi di Sumatra Barat?

Damsar: Saya melihat kandidat yang beriklan baru satu. Jadi, belum bisa dibandingkan. Namun, beriklan saya pikir telah menjadi trend politik.

Thaufan: Apakah hal itu mengambil kesempatan dalam kesempitan?

Damsar: Saya rasa tidak fair terlalu cepat menilai seperti itu.

Thaufan: Apakah hal ini menjadi wajar?

Damsar: Beriklan memiliki pengaruh politik. Hal ini yang mendorong kandidat yang berkepentingan untuk beriklan.

Thaufan: Bagaimana dengan bantuan dari tokoh-tokoh yang mempunyai kepentingan politik ke depan di Sumbar?

Damsar: Bantuan harus disebutkan secara adil, jujur dan jelas. Jika bantuan dari pribadi disebutkan sebagai bantuan pribadi. Jika bantuan dari Perusahaan sebagai CSR disebutkan dari perusahaan.

Thaufan: Bagaimana pengamatan mutakhir bapak terhadap kepentingan politik ke depan di Sumatra Barat ?

Damsar: Saya rasa kabupaten yang memiliki eskalasi kepentingan dikaitkan dengan bencana adalah Pariaman, Solok, Agam dan kota Padang.

Ketahanan Pangan Masyarakat Tanggung Jawab Negara !!!

Pangan, yang merupakan hak yang paling dasar dari warga Negara serta salah satu unsure kekuatan nasional, sangat mensyaratkan perlindungan Negara kepada produksi pangan bagi rakyat dan kedaulatan Negara. UU No. 7 1996 mengatur industry dan perdagangan pangan.

Sebagai hak dasar, mak pangan merupakan hak asasi manusia di mana Negara memiliki kewajiban (state obligation) untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan masyarakat bukan menjadikan pangan sebagai komoditas dagang.

Kekuatan nasional adalah faktor yang memberikan kekuatan suatu Negara terhadap Negara lain. Unsure-unsur kekuatan nasional menurut Morgenthau adalah 1. Geografi 2. Sumber Daya Alam (Pangan, Bahan Mentah, Minyak) 3. Kemampuan Industri 4. Militer (Teknologi, Kepemimpinan, Kuantitas dan Kualitas Militer) 5. Penduduk 6. Karakter nasional 7. Moral Nasional 8. Kualitas Diplomasi 9. Kualitas Pemerintah.

Negara yang berswasembada mempunyai keuntungan besar atas Negara yang tidak demikian keadaannya dan harus sanggup mengimpor bahan pangan yang tidak dihasilkannya, kalau tidak, akan menderita kelaparan. Jadi swasembada pangan selalu menjadi kekuatan yang besar.

Ketahanan pangan sebagai upaya pemenuhan hak atas pangan adalah tanggung jawab Negara berdasarkan pasal 33 UUD 1945: 1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 2. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara, oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (PBHI, 2007:291-292).

Akuntabilitas LSM

LSM sebagai elemen penting masyarakat sipil harus mengontrol kebijakan politik pemerintah agar pemerintah tidak semena-mena terhadap rakyat. Kondisi di mana kontrol masyarakat sipil ketat terhadap pemerintah akan menghasilkan kualitas pemerintahan yang baik.

Pemerintahan yang baik akan muncul ketika pemerintah berorientasi kepada masyarakat. LSM dan Pemerintah adalah dua institusi yang berbeda namun dapat saling menguatkan dalam kerangka membangun kekuatan masyarakat yang terbuka dan otonom. LSM dapat membantu masyarakat untuk mengenali kebijakan politik pemerintah yang relevan dengan kebutuhan mereka.

LSM harus dapat meraih kepercayaan public dengan tampil akuntabel. Satu langkah yang dapat ditempuh yaitu pelaporan keberlanjutan. Berdasarkan pengalaman Avina Foundation di Cili Utara dengan sepuluh LSM kecil yang menerbitkan pelaporan keberlanjutan pertama mereka pada 2004. Kelompok ini mengembangkan panduan Global Initiative Reporting (GRI) untuk mencakup tata kelola, asal dan manajemen sumber daya keuangan, isu-isu buruh seperti kompensasi dan diskriminasi di tempat kerja serta dampak lingkungan.

Langkah selanjutnya adalah pemetaan stakeholder. Hal ini berguna untuk memantapkan hubungan saling menguntungkan dengan stakeholder prioritas mereka dan memadukan keterlibatan stakeholder ke dalam system manajemen (Zaim Saidi, 2006: 55-56).

Bencana dan Politik

Sumatera Barat adalah setitik negeri sorga yang diturunkan ke bumi. Ia memiliki aneka kekayaan alam melimpah, keindahan alam mempesona, dan berada pada iklim yang menyejukkan. Namun di balik keistimewaan itu ada yang selalu meresahkan masyarakatnya yakni bencana. Sumbar tak henti-hentinya didera bencana seperti gempa bumi, galodo, gunung meletus, banjir, dan bencana lain dalam skala kecil yang datang silih berganti.


Menurut laporan Harian Singgalang di sepanjang Agustus 2009, gempa, banjir, longsor, dan galodo terjadi di Sumbar. Bencana ini menelan kerugian triliunan rupiah dan melumpuhkan perekonomian masyarakat. Hal ini akibat rusaknya infrastruktur umum, terganggunya mental masyarakat, bahkan menutup mata pencarían masyarakat yang diterjang bencana.


Sisi lain provinsi ini, media massa local mulai menghembuskan iklim panas Pilkada pasca Pileg dan Pilpres kemarin yang meninggalkan catatan-catatan khusus dalam benak masyarakat. Silih berganti tajuk berita media massa memunculkan persoalan bencana dan calon pemimpin negeri ini. Seakan-akan tidak berhubungan tapi sebenarnya berkaitan. Hal ini merefleksikan bagi kita bahwa masyarakat tidak harus hanya menanti dan mempersiapkan pilkada tetapi juga harus mempersiapkan bagaimana menghadapi bencana di Sumbar. Inilah relasi bencana dan politik.

Sumbar berada di daerah pegunungan yang berisiko galodo, longsor, dan gunung meletus. Kemudian daerah ini juga berada di lingkaran cincin api (ring of fire) dimana daerah yang berada di bibir pantai berpotensi menghadapi gempa dan tsunami, yang menurut prediksi pakar hanya menunggu waktu.


Ketika bencana ini muncul sudah pasti akan banyak menimbulkan kerugian besar secara mental juga material. Oleh karena itu, sebuah kata mutlak, pengurangan resiko bencana mesti diupayakan. Bencana memang terjadi tiba-tiba dan tak terduga, namun gelagatnya juga bisa dipelajari, pengurangan resikonya juga bisa diwujudkan.


Selama ini nyaris bencana dibahas ketika telah terjadi, pemerintah dan relawan seakan disibukkan menghitung rangkaian jumlah kerugian mulai dari fisik, wadah masyarakat sampai hitungan kehilangan jiwa. Sebagai daerah yang begitu rentan dengan bencana seharusnya kita mulai mempersiapkan langkah-langkah taktis dalam pengurangan resiko bencana. Mirisnya lagi ketika bencana terjadi, masyarakat yang terkenapun terlalu lama dalam suasana kebencanaan.


Dalam persoalan bencana ini memang Undang-undang sudah memberikan amanah, seperti Pasal 24 tahun 2008 tentang penanggulangan bencana, ditambah dengan pasal 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, hal ini tentu seluruh jajaran pemerintah dari yang paling atas sampai yang paling bawah meski tanggap terhadap bencana.


Pengurangan resiko bencana juga perlu usaha yang maksimal dan kerjasama dari berbagai pihak, dan ditambah lagi dengan sosialisasi yang bagus kepada masyarakat. Dalam upaya ini pasti akan berhadapan dengan bidang ilmu ekonomi, pendidikan, ilmu kependudukan, kearifan lokal bahkan kepada persoalan hukum. Memang bencana sulit dielakkan namun banyak juga terjadi karena ulah manusia itu sendiri. Bencana seperti banjir dan galodo banyak disebabkan oleh perusakan lingkungan. Hal ini tentu saja menuntut penyadaran terhadap masyarakat, yang dapat dilakukan melalui institusi pendidikan. Alangkah baiknya jika pendidikan kebencanaan masuk dalam kurikulum pendidikan di setiap sekolah.


Sementara itu Pantai Barat Sumatera merupakan daerah yang sangat rawan gempa dan tsunami. Hal ini dapat kita lihat dari struktur permukaan bawah laut, dimana terdapat palung yang dalam, khususnya di perairan pesisir Padang. Karena daerah tersebut merupakan pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.


Oleh karena itu pemerintah harus lebih focus untuk penanganan bencana dengan membuat sistem manajemen mitigasi yang baik. Dalam proses pembuatan sistem manajemen mitigasi yang baik diperlukan data pasial berupa peta dan data atribut berupa informasi. Peta merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi keruangan (spasial), karakteristik serta berbagai informasi lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang relevan.


Kembali dalam menyambut aura Pilkada yang mulai memanas, karena pemilihan Gubernur dan 13 Bupati/Walikota yang serentak akan dilaksanakan pada tahun 2010 mendatang di Sumbar. Wacana pengurangan resiko bencana perlu didorong oleh masyarakat sipil terutama Lembaga Swadaya Masyarakat/ NGO, sehingga pemimpin yang terpilih ke depan juga menawarkan rencana-rencana strategis dalam pengurangan dampak resiko bencana diwilayahnya, mulai dari antisipasi bencana sampai kepada pemulihan yang cepat dan tepat sehingga tidak terlalu lama melumpuhkan ekonomi masyarakat.


Demokrasi kita ke depan seharusnya dibangun di atas kesadaran kritis bahwa risiko bencana memiliki eksistensi dan terus berinkubasi sepanjang waktu. Bila tidak ada sumber daya politik yang mendorong kebijakan pengurangan risiko secara kontekstual setempat dan inklusif, serta investasi negara untuk proteksi rakyatnya maka itu perlu dibaca sebagai kegagalan sistemik dan inersia politik di negeri yang rentan bencana. Atau juga elit politik ternyata tidak punya karakter dan sensivitas*.


* Resume Diskusi Reguler SCEDEI-KPMM-NGO se-Sumatera Barat dengan tema : Politik dan Bencana pada tanggal 12 September 2009, di Sekretariat SCEDEI dengan Pemateri : Zulkifli Jailani (anggota DPRDSumbar ) dan Khalid Syafullah (Direktur Walhi Sumbar).

Jaringan Kerja

• United Nation Development Program (UNDP-PBB)
• The Ford Fondation
• The Asia Fondation
• European Union
• AUSAID
• International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
• Canadian International Agency (CON)
• Japan International Agency (JICA)
• Jaringan Nasional Pendukung UKM Jakarta (JNPUKM)
• Mayarakat Transparansi Indonesia ((MTI}
• Indonesia institute For Corporate Governance (IICG)
• NGO Mitra di Sumatera Barat
• Pemerintah Propinsi Sumatera Barat
• Dll

Struktur Organisasi

Dewan Pembina
Drs. Zamzami Munaf, MA (Ketua)
KOL (purn) Busrie
Ir. Fikon
Budi Kumiawan, SS, MSW

Dewan Pengawas
M.Daniei Arifin, SE
Zulkifli Djailani, SH

Dewan Pengurus
Teddy Alfonso, SE, Ak (Ketua Dewan Pengurus)
Dra. Suharyati (Sekretaris)
Mega Ishana, SE (Bendahara)

Badan Pelaksana
Ibnu Chalid Bestari, A.Md (Sekretaris Eksekutif )
Zainal Abadi, S.Psi.I (Direktur Riset dan Pengembangan)
M.Thaufan A, S.Sos (Direktur Database, Publikasi dan Kampanye)
Epaldi, SE (Direktur Konsultasi dan Manajemen)
M. Zikri Ehsan, SS (Direktur Pengorganisasian Masyarakat dan Jaringan)
Frinando (Direktur Advokasi)

Hega Wahyu Anisa, SS (Kepala Keuangan dan Foundrising)
Muhdi (Kepala Divisi Kesekretariatan)
Taufiq (Kepala Divisi Riset)
Firdaus Yusri ( Kepala Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Jaringan)
Mahardika, ST (Kepala Divisi Publikasi dan Kampanye)
Mirfan (Staf Keuangan)

Senin, 02 Maret 2009

PROFIL ORGANISASI

PROFIL ORGANISASI

LATAR BELAKANG PENDIRIAN

Sejarah pembangunan bangsa Indonesia, hingga hari ini, betum berhasil mensejahterakan masyarakatnya. Namun sejarah pembangunan bangsa ini, telah berhasil menciptakan ketidakadilan yang bersifat struktural sebagai biaya sosial yang mesti ditanggung. Kualitas kehidupan yang makin menurun, kriminatitas meningkat, inisiatif dan partisipasi masyarakat rendah, kesenjangan produktivitas tinggi, munculnya orang miskin baru, korupsi, kolusi, nepostisme berkembang, merupakan fakta tak terbantah dari sisi buruk pembangunan yang seringkali sulit untuk dikendalikan.

Kuatnya hegemoni negara dengan pola pembangunan sentralitis, berorientasi kepada pertumbuhan serta tidak pro-rakyat, diyakini sebagai penyebab utama timbulnya persoalan tersebut. Rakyat hanya dijadikan objek pembangunan, sama sekali tidak berperan dalam proses pengambilan ataupun mempengaruhi keputusan yang akan mengatur dirinya sendiri.

Kondisi tersebut diperparah oleh kemampuan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi tidak merata. Rakyat kecil yang biasanya dikalahkan dalam persaingan kepentingan tersebut umumnya lemah secara sumberdaya, akses informasi, manajemen, kelembagaan, serta jaringan kerja. Institusi pemerintah yang diharapkan mampu memfasilitasi kendala-kendala, dan mencarikan solusi, justru sering menjadi trouble maker, karena memang tidak punya kompetensi memadai, serta niat yang sungguh-sungguh untuk melayani rakyat.

Oleh karena itu, diperlukan upaya serius, biaya, serta waktu yang cukup panjang untuk memulihkan kondisi semula, paling tidak untuk mengeliminir dampak pembangunan tersebut. Memberdayakan selanjutnya mengembangkan merupakan kunci utama datarn menyelesaikan persoalan-persoalan yang semakin rumit tersebut.

Sangat paradoks memang, karena esensi pembangunan sebenarnya adalah untuk keberlanjutan dan mensejahterakan ummat, dan bukan untuk menindas, apalagi untuk membinasakan.

Dalam konteks inilah, SCEDEI menunjukkan eksistensinya. Implementasi dari spiritnya diwujudkan melalui aktivitas riel dengan bekerja, belajar bersama rakyat.

Pendirian SCEDEI, tidak bisa terlepas dari gagasan tulus, dan upaya sadar aktivis NGO Sumatera Barat, bahwa pekerjaan kemasyarakatan/ sosial tidak dapat dilakukan secara serampangan. Dibutuhkan kefokusan, kompetensi, profesional, serta spirit para aktivisnya di bidangnya masing-masing, sehingga dapat bergerak secara simultan menuju suatu sasaran utama. Maka tanggal 13 Agustus 1998, didirikaniah SCEDEI, dihadapan notaris Catur Virgo, dengan Akta Notaris No.13, berkantor pusat di Padang.


VISI

Meningkatnya kualitas kehidupan rakyat secara adil dan merata, terciptanya ekonomi rakyat yang mandiri, serta terciptanya demokrasi ekonomi.

MISI

Memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya masyarakat, terutama sumberdaya sosial masyarakat.

TUJUAN

Melakukan kegiatan fasilitasi, mediasi, konsultasi serta advokasi dalam rangka peningkatan kua!itas kehidupan rakyat dan ekonomi rakyat yang mandiri, serta menciptakan tatanan perekonomian rakyat yang berkeadilan.

PROGRAM

Program-program yang dikembangkan meliputi penelitian, pendampingan masyarakat, pendidikan dan pelatihan, konsultasi manajemen, advokasi kebijakan, pengelolaan dan manajemen data, diskusi, workshop, semiloka, serta menerbitkan bulletin triwulan.

STRATEGI

Untuk pencapaian tujuan lembaga, strategi yang dilakukan adalah melalui pendampingan masyarakat, membangun/ menguatkan organisasi dan wadah ekonomi rakyat, memfasilitasi kegiatan income generating, membangun akses pasar, publik hearing, membangun jaringan, riset, dan kampanye.


PENGALAMAN PEKERJAAN

  1. Program Community Development Masyarakat Kanagarian Kasang kecamatan Batang Anai, kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat ( September 1998-2003). Kegiatan yang dikembangkan adalah pendampingan usaha ekonomi produktif agrobisnis - holtikultura dan fasilitasi pembentukan lembaga ekonomi rakyat, perencanaan partipatif (PRA) dalam pengembangan wilayah, mediasi persoalan tanah ulayat dengan pemerintah daerah dan perusahaan. Program ini bekerjasama dengan Yayasan Pemulihan Keberdayaan Masyarakat / Community Recovery Program (PPKM/CRP) Jakarta
  2. Program Community Development Masyarakat Malvinas, Kurao Pagang, Kota Madya Padang. Kegiatan yang dikembangkan adalah pengembangan industri kecil rumah tangga, untuk mempersiapkan ketahanan ekonomi keluarga pasca pemindahan, mediasi persoalan penggusuran dengan pemerintah daerah, penguatan lembaga ekonomi sebagai sentra produksi (Oktober 1999-2001) Program ini bekerjasama dengan LBH Padang dan beberapa instansi pemerintah terkait.
  3. Program Community Development masyarakat Transmigrasi Swakarsa Mandiri Silaut II Desa Taman Makmur, Kec. Lunang Sitaut, Kab. Pesisir Selatan. Kegiatan yang dikembangkan adalah Fasilitasi Pendirian Lembaga Ekonomi rakyat, membangunkan akses pasar, perencanaan partipatif (PRA) dalam pengembangan wilayah (September 1999 — 2001).
  4. Program Community Development masyarakat kecamatan Kinali­ Bonjol Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Kegiatan yang dikembangkan adalah fasititasi organisasi rakyat dan lembaga ekonomi rakyat, membangunkan akses pasar, pendampinaan agrobisnis-holtikultura organik, perencanaan partipatif (PRA) dalam pengembangan wilayah (Januari 2000 — 2002).
  5. Pemetaan, penelitian dan pengembangan komoditas pala di Sumatera Barat Program ini bekerjasama dengan P.T Sumatra Tropical Species (Februari-April 1999).
  6. Pemetaan, penelitian dan pengembangan komoditas gambir di Kabupaten Limapuluh Kota. Program ini bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten 50 Kota (Januari 1999 — April 1999).
  7. Koordinator Program Pendidikan Politik dan Pemantauan Pemilu tahun 1999, berkerjasama dengan United Nation Development Programme (UNDP)
  8. Studi tentang Pertambangan di Sumatra Barat. Bekerjasama dengan, WALHI, PT BA -UPO Ombilin (Agustus 2000- April 2001).
  9. Anggota Working Group Penyusunan Dokumen Scenario Masa Depan Indonesia, bekerjasama dengan KOMNAS HAM Jakarta, Tahun 2000.
  10. Survey Masalah-Masalah Sosial di Sumatera Barat. Bekerjasama dengan Biro Bina Sosial Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Tahun 2001.
  11. Survey Dampak Sosial Proyek Land Aquicition and Resetlement Project (LARAP), Kerjasama PU Bina Marga: PT Ekuator Minang Konsultan, tahun 2001.
  12. Studi tentang Koperasi Berbasis Nagari dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat di nagari, kerjasarna dengan Lembaga pengembangan dan Pembinaan Manajemen Bisnis (LPPMB), Tahun 2002.
  13. Survey Pemetaan Sentra Kerajinan Rakyat Tenun Antik, Nagari Pandai Sikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, kerjasama dengan Business Development Services Gitan Indonesia, tahun 2002.
  14. Pendampingan terhadap Sentra Kerajinan Rakyat Tenun Nagari Pandai Sikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, tahun 2002-sekarang.
  15. Memfasilitasi pembentukan Forum Daerah UKM di setiap kabupaten/kota di propinsi Sumatera Barat, bekerjasama dengan jaringan nasional pendukung UKM, The Asia Fondation tahun 2003.
  16. Studi Kompetensi dan Kapasitas Kelembagaan Koperasi di Sumatera Barat. Bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan PKM Propinsi Sumatera Barat, tahun 2003.
  17. Need Assesment dan Penyusunan Strategic Planning Koperasi PDIKM Kota Padang Panjang, dalam rangka pengembangan industri makanan Kota Padang Panjang. Bekerjasama dengan Pemerintah Kota Padang Panjang, Tahun 2004.
  18. Secara reguler memberikan layanan konsultasi manajemen, akuntansi dan administrasi usaha terhadap kelompok-kelompok masyarakat di wilayah dampingan (Padang Panjang, Bukittinggi, AGAM, Tanah Datar).
  19. Penyusunan "Buku Monografi Koperasi Sumatera Barat ". Bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan PKM Sumatera Barat, tahun 2004.
  20. Penyusunan Business Plan dan Marketing Plan Perusahaan Daerah PD. Tuah Saiyo Padang Panjang, Tahun 2005.
  21. Inisiasi dan Fasilitasi Pembentukan "Padang Panjang Market Boarding Centre" (PPMBC) Kota Padang Panjang, tahun 2005.
  22. Konsultan Pendamping untuk Koperasi Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKL) Kota Padang Panjang, tahun 2004 – sekarang.
  23. Konsultan Pendamping untuk sentry industri Makanan Minuman Kota Padang Panjang. Kerjasama dengan Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, tahun 2003 - sekarang.
  24. Workshop Pengembangan Sentra UKM di Kota Padang Panjang, Desember 2005.
  25. Workshop Transparansi dan Akuntabiltas Program LSM/NGO, Januari 2006.
  26. Dialog Stakeholders tentang Pedagang Kaki Lima Kota Padang Panjang, Februari 2005.
  27. Workshop Pengembangan Organisasi Pedagang Kaki Lima Kota Padang Panjang, Februari 2005
  28. Pelatihan Database untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) Sumatera Barat. Kerjasama dengan Konsorsium Pengembangan Masyarakat Madani (KPMM) Sumatera Barat Februari 2007.
  29. Dialog MDGs Public Awarness Kerjasama dengan INFID, Agustus 2007.
  30. Diskusi Reguler Majelis Anggota KPMM; tema : Capaian MDG’s di Kota Padang, Maret 2009.
  31. Studi tentang Organisasi Perempuan Islam (Asiyah dan Walimah) di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman kerjasama dengan Intercafe IPB, Juli 2009.
  32. Diskusi Reguler SCEDEI-KPMM-NGO se-Sumatera Barat dengan tema : Politik dan Bencana, September 2009.
  33. Assesment Usaha Kecil dan Menengah Kota Padang (Korban Gempa Sumbar 30 September 2009), 10s/d 20 Oktober 2009.
  34. Penyaluran Bantuan Modal bagi Usaha Kecil (Mikro) Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha) kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 23 Oktober 2009.
  35. Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 25 Oktober 2009.