Jumat, 27 November 2009

Pasca “G 30 S” di Pasar Raya Padang

Bencana gempa bumi mengguncang wilayah Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009, kekuatan gempa diperkirakan berkisar 7,6 SR (Sumber :BMKG) dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS - 99.65 BT pada kedalaman 71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat, dan beberapa kali gempa susulan pasca gempa besar tersebut.

Berdasarkan data terakhir yang diterbitkan oleh Satkorlak PB Provinsi Sumatera Barat dan BNPB per tanggal 18 Oktober 2009, jumlah korban jiwa pascabencana gempa bumi di Selatan Jawa Barat tercatat sebanyak 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 jiwa korban luka berat, 1.688 luka ringan, serta pengungsi sejumlah 410 jiwa, yang sebagian besar berada di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Selain itu, sesuai hasil pemutakhiran data terakhir pada tanggal 28 Oktober 2009, total jumlah rumah yang mengalami kerusakan sebanyak 249.833 unit dengan rincian: 114.797 unit rumah rusak berat, 67.198 unit rumah rusak sedang dan 67.838 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sejumlah gedung pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, hotel dan gedung/perkantoran keuangan dan perbankan.

Diindikasikan bahwa kerusakan dan kerugian terparah terjadi pada komponen perumahan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 15,41 triliun. Sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 963 miliar, sektor sosial Rp. 1,52 triliun, sektor ekonomi Rp. 2,3 triliun, dan lintas sektor (sub-sektor pemerintahan dan lingkungan) menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp. 674,6 miliar, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian tercatat Rp 20,86 triliun. Berdasarkan pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah dan BNPB, total kebutuhan pemulihan pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 6,41 triliun, dengan rincian Rp 3,16 triliun diperuntukkan bagi pemulihan perumahan, pemulihan infrastrukur Rp. 661,9 miliar; pemulihan sarana dan prasarana sosial Rp. 1,268 triliun; pemulihan ekonomi Rp. 189,43 miliar dan lintas sektor, termasuk didalamnya kantor pemerintahan sebesar Rp. 1,097 triliun.

Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun anggaran, dimulai dengan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011.

Kisruh Pasar Raya Padang

SCEDEI telah melakukan assesment terhadap pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang serta pedagang kecil lain di beberapa titik di kota Padang tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009. Kami berkesimpulan bahwa mereka sangat membutuhkan modal untuk berdagang kembali, karena modal dagang mereka habis untuk biaya bertahan pasca gempa dimana tidak bisa berdagang selama seminggu. Maka setelah mengkomunikasikan hal ini dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), SMM bersedia memberikan bantuan modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,- yang didistribusikan pada tanggal 23 s/d 24 Oktober 2009.

Melihat peliknya masalah yang dihadapi oleh pedagang kecil terutama pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, perlu dilakukan Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), tanggal 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.

Ternyata hambatan yang merintangi mereka bukan hanya modal usaha, tetapi tempat berusaha mereka selama ini yang porak poranda akibat gempa. Ratusan orang pedagang Pasar Raya telah menemui Walikota Padang dan mereka protes karena dilarang berjualan di pasar inpres tahap dua, yang dua pekan lalu terbakar karena gempa. Larangan berjualan itu disampaikan pemerintah kota melalui surat edaran yang dikeluarkan dinas pasar karena bangunan itu sudah tidak layak untuk dipakai.

Para pedagang menilai bangunan pasar inpres sebagian masih layak untuk ditempati, walaupun dibeberapa sisi mengalami kerusakan akibat gempa dan kebakaran. Mereka menolak rekonstruksi atau rehabilitasi pasar inpres sebelum adanya tempat relokasi sementara yang jelas dari Pemko Padang. Mereka juga menolak pembangunan pasar inpres dari dana investor, menurut mereka pasar inpres dulunya didirikan oleh pemerintah (berdasarkan Instruksi Presiden) dengan dana APBN, maka sudah sewajarnya pasar ini dibangun kembali menggunakan dana APBN atau APBD pula.

Tanggal 28 Oktober 2009, Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang berasal dari PKL Sandang Pangan, pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, berunjuk rasa ke DPRD Padang. Mereka menuntut agar pembangunan kios darurat di Jalan Sandang Pangan itu dihentikan. Karena akses jual-beli turun drastis karena memakai badan jalan sehingga angkot tidak bisa masuk ke area pasar raya.

Usai berorasi di depan kantor DPRD Kota Padang dilakukan pertemuan dengan 10 anggota DPRD Padang. Dalam pertemuan itu, beberapa utusan perwakilan pedagang menyatakan keberatannya dengan keberadaan pasar darurat saat ini. Mereka menuntut wakil rakyat untuk bersikap tegas membela para pedagang yang dianggap dizalimi oleh Walikota Padang, Fauzi Bahar. Walikota dicap tidak mampu memberikan solusi yang cerdas terhadap nasib mereka.

Budi Syahrial, ketua Aliansi Pedagang Ikatan Pedagang Kecil kembali menegaskan tiga tuntutan yang hingga saat ini terus diperjuangkan Aliansi Pedagang Pasarraya, Padang. Tuntutan tersebut berisi, pertama: menolak relokasi sementara pedagang korban gempa bumi di kawasan Jalan Pasar Baru, Jalan Sandang Pangan dan Jalan Pasar Raya.

Kedua; meminta Pemko Padang merelokasikan para pedagang ke lapangan RTH Imam Bonjol. Ketiga; Rekonstruksi pasar harus dilakukan oleh pemerintah, tidak melalui investor atau diswastanisasikan.

Pertemuan berlangsung alot dan panas. Sejumlah perwakilan Pedagang Pasar Raya Padang menyampaikan uneg-unegnya berkaitan dengan kisruh berkepanjangan antara pedagang pasar raya dan Pemko pasca gempa.

Pada tanggal 18 November 2009, melalui Surat pernyataan yang dikeluarkan oleh wakil walikota tersebut berisikan bahwa Mahyeldi Ansarullah selaku Wakil Walikota Padang akan mengkonsultasikan dengan BPK atau BPKP tentang aturan dan tata cara pembongkaran, dan pembongkaran tersebut akan dilakukan setelah dua hari sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembongkaran terhadap kios-kios sementara yang telah didirikan di Jalan Pasar Baru dan jalan Sandang Pangan Pasar Raya Padang telah dilakukan, sehingga angkot dapat kembali melewati jalur tersebut.

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pedagang pasar. Pemerintah akan membangun kembali pasar raya Padang, khususnya memperbaiki pasar Inpres I, II dan III yang rusak dengan dana APBN senilai Rp. 230 miliar.

"Dari dana sebesar Rp230 miliar tersebut pasar yang semula dua lantai dijadikan empat tingkat. Lantai keempat dijadikan sebagai shelter atau tempat evakuasi warga ketika tsunami datang," kata Walikota Padang, Fauzi Bahar pada media (19/11/2009).

Menurut Fauzi, Kota Padang merupakan daerah yang rawan bencana gempa dan tsunami sehingga sejak dini sarana evakuasi perlu segera disiapkan antara lain dengan membangun sejumlah shelter atau tempat evakuasi tsunami.
"Ketika bencana tsunami datang, pedagang yang beraktivitas di pasar tersebut bisa menyelamatkan diri naik ke lantai empat sehingga pembangunan pasar tersebut akan dilakukan sesuai struktur bangunan tahan gempa," katanya.

Ia mengatakan, pembangunan ini dilakukan guna menekan korban jiwa. Akan tetapi bagi pedagang untuk ingin memperoleh kembali bangunan kiosnya yang sudah selesai direhab itu harus memperlihatkan kartu kuning sebagai bukti bahwa mereka sebagai pemiliknya.

Tanpa kartu kuning itu, kata Fauzi lagi, pedagang diyakini tidak akan bisa memperoleh kembali haknya atas kios-kios yang rusak pascagempa. Kios-kios yang rusak dan diperbaiki tersebut tidak akan diberikan secara gratis, karena bentuk bangunannya menjadi baru dan lebih diperindah sehingga pemilik kartu kuning diberikan kewajiban tambahan.

"Kewajiban tambahan itu tidak besar karena tentu disesuaikan dengan situasi dan kondisi pedagang terkait mereka baru saja mendapat bencana atas kerusakan kios mereka itu," janji Walikota Padang.

Pasar adalah roh perekomian, kalau tak di atasi dengan baik akan menimbulkan dampak yang besar bagi pertumbuhan masyarakat. Mari bangkitkan kesepahaman dan komitmen bersama baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, NGO, Ormas, dan kalangan perguruan tinggi/ akademisi dalam membangun kembali seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa di Sumatera Barat. Salah satu tugas kita (NGO) untuk ikut mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi Sumatera Barat dua tahun ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar