Jumat, 27 November 2009

SEPUTAR KEGIATAN SCEDEI

Pasca gempa bumi 30 September 2009 yang menguncang Sumatera Barat, mulai tanggal 04 Oktober 2009 SCEDEI bekerja sama dengan DPP/DPW Saudagar Muda Minangkabau (SMM) bersama-sama melakukan kegiatan Emergency Respons di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam, dengan rincian sebagai berikut:


  1. Pendirian Posko SMM Peduli Koban Gampo di LPMP UNP (2 Oktober 2009)
  2. Emergency Respons dengan menyalurkan bantuan bencana (Sembako, Uang, Tenda, Selimut/Sarung, Obat-obatan, Pakaian, Peralatan Mandi, Genset, Keramik, dll) di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam.
  3. Assesment Usaha Kecil dan Menengah Kota Padang (Korban Gempa Sumbar), tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009.
  4. Penyaluran Bantuan Modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,-) kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 23 s/d 24 Oktober 2009.
  5. Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.
  6. Advokasi Pedagang Pasar Impres I, II, III, Pasar Raya Padang dari rencana penggusuran Pemko Kota Padang (25 Oktober s/d Sekarang).

SEPUTAR KEGIATAN SCEDEI

Pasca gempa bumi 30 September 2009 yang menguncang Sumatera Barat, mulai tanggal 04 Oktober 2009 SCEDEI bekerja sama dengan DPP/DPW Saudagar Muda Minangkabau (SMM) bersama-sama melakukan kegiatan Emergency Respons di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam, dengan rincian sebagai berikut:


1. Pendirian Posko SMM Peduli Koban Gampo di LPMP UNP (2 Oktober 2009)
2. Emergency Respons dengan menyalurkan bantuan bencana (Sembako, Uang, Tenda, Selimut/Sarung, Obat-obatan, Pakaian, Peralatan Mandi, Genset, Keramik, dll) di Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang Pariaman, dan Kab. Agam.
3. Assesment Usaha Kecil dan Menengah Kota Padang (Korban Gempa Sumbar), tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009.
4. Penyaluran Bantuan Modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,-) kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 23 s/d 24 Oktober 2009.
5. Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.
6. Advokasi Pedagang Pasar Impres I, II, III, Pasar Raya Padang dari rencana penggusuran Pemko Kota Padang (25 Oktober s/d Sekarang).

Foto Kegiatan SCEDEI Terkini


Karikatur (Gampo dan Century)

Pasca “G 30 S” di Pasar Raya Padang

Bencana gempa bumi mengguncang wilayah Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009, kekuatan gempa diperkirakan berkisar 7,6 SR (Sumber :BMKG) dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS - 99.65 BT pada kedalaman 71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat, dan beberapa kali gempa susulan pasca gempa besar tersebut.

Berdasarkan data terakhir yang diterbitkan oleh Satkorlak PB Provinsi Sumatera Barat dan BNPB per tanggal 18 Oktober 2009, jumlah korban jiwa pascabencana gempa bumi di Selatan Jawa Barat tercatat sebanyak 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 jiwa korban luka berat, 1.688 luka ringan, serta pengungsi sejumlah 410 jiwa, yang sebagian besar berada di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Selain itu, sesuai hasil pemutakhiran data terakhir pada tanggal 28 Oktober 2009, total jumlah rumah yang mengalami kerusakan sebanyak 249.833 unit dengan rincian: 114.797 unit rumah rusak berat, 67.198 unit rumah rusak sedang dan 67.838 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sejumlah gedung pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, hotel dan gedung/perkantoran keuangan dan perbankan.

Diindikasikan bahwa kerusakan dan kerugian terparah terjadi pada komponen perumahan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 15,41 triliun. Sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 963 miliar, sektor sosial Rp. 1,52 triliun, sektor ekonomi Rp. 2,3 triliun, dan lintas sektor (sub-sektor pemerintahan dan lingkungan) menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp. 674,6 miliar, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian tercatat Rp 20,86 triliun. Berdasarkan pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah dan BNPB, total kebutuhan pemulihan pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 6,41 triliun, dengan rincian Rp 3,16 triliun diperuntukkan bagi pemulihan perumahan, pemulihan infrastrukur Rp. 661,9 miliar; pemulihan sarana dan prasarana sosial Rp. 1,268 triliun; pemulihan ekonomi Rp. 189,43 miliar dan lintas sektor, termasuk didalamnya kantor pemerintahan sebesar Rp. 1,097 triliun.

Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun anggaran, dimulai dengan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun anggaran 2011.

Kisruh Pasar Raya Padang

SCEDEI telah melakukan assesment terhadap pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang serta pedagang kecil lain di beberapa titik di kota Padang tanggal 16 s/d 20 Oktober 2009. Kami berkesimpulan bahwa mereka sangat membutuhkan modal untuk berdagang kembali, karena modal dagang mereka habis untuk biaya bertahan pasca gempa dimana tidak bisa berdagang selama seminggu. Maka setelah mengkomunikasikan hal ini dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), SMM bersedia memberikan bantuan modal bagi Usaha Kecil (Mikro) di Kota Padang sebanyak 40 unit/usaha masing-masing Rp. 500.000,- yang didistribusikan pada tanggal 23 s/d 24 Oktober 2009.

Melihat peliknya masalah yang dihadapi oleh pedagang kecil terutama pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, perlu dilakukan Workshop Pengembangan Usaha Kecil (Mikro) Korban Gempa di Kota Padang, kerjasama dengan Saudagar Muda Minangkabau (SMM), tanggal 25 Oktober 2009 di LPMP UNP Air Tawar.

Ternyata hambatan yang merintangi mereka bukan hanya modal usaha, tetapi tempat berusaha mereka selama ini yang porak poranda akibat gempa. Ratusan orang pedagang Pasar Raya telah menemui Walikota Padang dan mereka protes karena dilarang berjualan di pasar inpres tahap dua, yang dua pekan lalu terbakar karena gempa. Larangan berjualan itu disampaikan pemerintah kota melalui surat edaran yang dikeluarkan dinas pasar karena bangunan itu sudah tidak layak untuk dipakai.

Para pedagang menilai bangunan pasar inpres sebagian masih layak untuk ditempati, walaupun dibeberapa sisi mengalami kerusakan akibat gempa dan kebakaran. Mereka menolak rekonstruksi atau rehabilitasi pasar inpres sebelum adanya tempat relokasi sementara yang jelas dari Pemko Padang. Mereka juga menolak pembangunan pasar inpres dari dana investor, menurut mereka pasar inpres dulunya didirikan oleh pemerintah (berdasarkan Instruksi Presiden) dengan dana APBN, maka sudah sewajarnya pasar ini dibangun kembali menggunakan dana APBN atau APBD pula.

Tanggal 28 Oktober 2009, Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang berasal dari PKL Sandang Pangan, pedagang Pasar Inpres 1,2,3 Pasarraya Padang, berunjuk rasa ke DPRD Padang. Mereka menuntut agar pembangunan kios darurat di Jalan Sandang Pangan itu dihentikan. Karena akses jual-beli turun drastis karena memakai badan jalan sehingga angkot tidak bisa masuk ke area pasar raya.

Usai berorasi di depan kantor DPRD Kota Padang dilakukan pertemuan dengan 10 anggota DPRD Padang. Dalam pertemuan itu, beberapa utusan perwakilan pedagang menyatakan keberatannya dengan keberadaan pasar darurat saat ini. Mereka menuntut wakil rakyat untuk bersikap tegas membela para pedagang yang dianggap dizalimi oleh Walikota Padang, Fauzi Bahar. Walikota dicap tidak mampu memberikan solusi yang cerdas terhadap nasib mereka.

Budi Syahrial, ketua Aliansi Pedagang Ikatan Pedagang Kecil kembali menegaskan tiga tuntutan yang hingga saat ini terus diperjuangkan Aliansi Pedagang Pasarraya, Padang. Tuntutan tersebut berisi, pertama: menolak relokasi sementara pedagang korban gempa bumi di kawasan Jalan Pasar Baru, Jalan Sandang Pangan dan Jalan Pasar Raya.

Kedua; meminta Pemko Padang merelokasikan para pedagang ke lapangan RTH Imam Bonjol. Ketiga; Rekonstruksi pasar harus dilakukan oleh pemerintah, tidak melalui investor atau diswastanisasikan.

Pertemuan berlangsung alot dan panas. Sejumlah perwakilan Pedagang Pasar Raya Padang menyampaikan uneg-unegnya berkaitan dengan kisruh berkepanjangan antara pedagang pasar raya dan Pemko pasca gempa.

Pada tanggal 18 November 2009, melalui Surat pernyataan yang dikeluarkan oleh wakil walikota tersebut berisikan bahwa Mahyeldi Ansarullah selaku Wakil Walikota Padang akan mengkonsultasikan dengan BPK atau BPKP tentang aturan dan tata cara pembongkaran, dan pembongkaran tersebut akan dilakukan setelah dua hari sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembongkaran terhadap kios-kios sementara yang telah didirikan di Jalan Pasar Baru dan jalan Sandang Pangan Pasar Raya Padang telah dilakukan, sehingga angkot dapat kembali melewati jalur tersebut.

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pedagang pasar. Pemerintah akan membangun kembali pasar raya Padang, khususnya memperbaiki pasar Inpres I, II dan III yang rusak dengan dana APBN senilai Rp. 230 miliar.

"Dari dana sebesar Rp230 miliar tersebut pasar yang semula dua lantai dijadikan empat tingkat. Lantai keempat dijadikan sebagai shelter atau tempat evakuasi warga ketika tsunami datang," kata Walikota Padang, Fauzi Bahar pada media (19/11/2009).

Menurut Fauzi, Kota Padang merupakan daerah yang rawan bencana gempa dan tsunami sehingga sejak dini sarana evakuasi perlu segera disiapkan antara lain dengan membangun sejumlah shelter atau tempat evakuasi tsunami.
"Ketika bencana tsunami datang, pedagang yang beraktivitas di pasar tersebut bisa menyelamatkan diri naik ke lantai empat sehingga pembangunan pasar tersebut akan dilakukan sesuai struktur bangunan tahan gempa," katanya.

Ia mengatakan, pembangunan ini dilakukan guna menekan korban jiwa. Akan tetapi bagi pedagang untuk ingin memperoleh kembali bangunan kiosnya yang sudah selesai direhab itu harus memperlihatkan kartu kuning sebagai bukti bahwa mereka sebagai pemiliknya.

Tanpa kartu kuning itu, kata Fauzi lagi, pedagang diyakini tidak akan bisa memperoleh kembali haknya atas kios-kios yang rusak pascagempa. Kios-kios yang rusak dan diperbaiki tersebut tidak akan diberikan secara gratis, karena bentuk bangunannya menjadi baru dan lebih diperindah sehingga pemilik kartu kuning diberikan kewajiban tambahan.

"Kewajiban tambahan itu tidak besar karena tentu disesuaikan dengan situasi dan kondisi pedagang terkait mereka baru saja mendapat bencana atas kerusakan kios mereka itu," janji Walikota Padang.

Pasar adalah roh perekomian, kalau tak di atasi dengan baik akan menimbulkan dampak yang besar bagi pertumbuhan masyarakat. Mari bangkitkan kesepahaman dan komitmen bersama baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, NGO, Ormas, dan kalangan perguruan tinggi/ akademisi dalam membangun kembali seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa di Sumatera Barat. Salah satu tugas kita (NGO) untuk ikut mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi Sumatera Barat dua tahun ke depan.

Iklan Politik (Harus Jujur dan Adil)

Mengamati fenomena iklan politik di kota Padang dikaitkan dengan tahap recovery bencana gempa bumi di Sumatra Barat, Selasa 10/11/09, Thaufan dari redaksi bulletin Scedei melakukan wawancara singkat dengan Prof. Damsar, Pengamat Sosiologi Politik Fisip Unand. Berikut petikan wawancaranya:

Thaufan: Bagaimana bapak melihat iklan politik di tengah masa recovery bencana gempa Bumi di Sumatra Barat?

Damsar: Saya melihat kandidat yang beriklan baru satu. Jadi, belum bisa dibandingkan. Namun, beriklan saya pikir telah menjadi trend politik.

Thaufan: Apakah hal itu mengambil kesempatan dalam kesempitan?

Damsar: Saya rasa tidak fair terlalu cepat menilai seperti itu.

Thaufan: Apakah hal ini menjadi wajar?

Damsar: Beriklan memiliki pengaruh politik. Hal ini yang mendorong kandidat yang berkepentingan untuk beriklan.

Thaufan: Bagaimana dengan bantuan dari tokoh-tokoh yang mempunyai kepentingan politik ke depan di Sumbar?

Damsar: Bantuan harus disebutkan secara adil, jujur dan jelas. Jika bantuan dari pribadi disebutkan sebagai bantuan pribadi. Jika bantuan dari Perusahaan sebagai CSR disebutkan dari perusahaan.

Thaufan: Bagaimana pengamatan mutakhir bapak terhadap kepentingan politik ke depan di Sumatra Barat ?

Damsar: Saya rasa kabupaten yang memiliki eskalasi kepentingan dikaitkan dengan bencana adalah Pariaman, Solok, Agam dan kota Padang.

Ketahanan Pangan Masyarakat Tanggung Jawab Negara !!!

Pangan, yang merupakan hak yang paling dasar dari warga Negara serta salah satu unsure kekuatan nasional, sangat mensyaratkan perlindungan Negara kepada produksi pangan bagi rakyat dan kedaulatan Negara. UU No. 7 1996 mengatur industry dan perdagangan pangan.

Sebagai hak dasar, mak pangan merupakan hak asasi manusia di mana Negara memiliki kewajiban (state obligation) untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan masyarakat bukan menjadikan pangan sebagai komoditas dagang.

Kekuatan nasional adalah faktor yang memberikan kekuatan suatu Negara terhadap Negara lain. Unsure-unsur kekuatan nasional menurut Morgenthau adalah 1. Geografi 2. Sumber Daya Alam (Pangan, Bahan Mentah, Minyak) 3. Kemampuan Industri 4. Militer (Teknologi, Kepemimpinan, Kuantitas dan Kualitas Militer) 5. Penduduk 6. Karakter nasional 7. Moral Nasional 8. Kualitas Diplomasi 9. Kualitas Pemerintah.

Negara yang berswasembada mempunyai keuntungan besar atas Negara yang tidak demikian keadaannya dan harus sanggup mengimpor bahan pangan yang tidak dihasilkannya, kalau tidak, akan menderita kelaparan. Jadi swasembada pangan selalu menjadi kekuatan yang besar.

Ketahanan pangan sebagai upaya pemenuhan hak atas pangan adalah tanggung jawab Negara berdasarkan pasal 33 UUD 1945: 1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 2. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara, oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (PBHI, 2007:291-292).

Akuntabilitas LSM

LSM sebagai elemen penting masyarakat sipil harus mengontrol kebijakan politik pemerintah agar pemerintah tidak semena-mena terhadap rakyat. Kondisi di mana kontrol masyarakat sipil ketat terhadap pemerintah akan menghasilkan kualitas pemerintahan yang baik.

Pemerintahan yang baik akan muncul ketika pemerintah berorientasi kepada masyarakat. LSM dan Pemerintah adalah dua institusi yang berbeda namun dapat saling menguatkan dalam kerangka membangun kekuatan masyarakat yang terbuka dan otonom. LSM dapat membantu masyarakat untuk mengenali kebijakan politik pemerintah yang relevan dengan kebutuhan mereka.

LSM harus dapat meraih kepercayaan public dengan tampil akuntabel. Satu langkah yang dapat ditempuh yaitu pelaporan keberlanjutan. Berdasarkan pengalaman Avina Foundation di Cili Utara dengan sepuluh LSM kecil yang menerbitkan pelaporan keberlanjutan pertama mereka pada 2004. Kelompok ini mengembangkan panduan Global Initiative Reporting (GRI) untuk mencakup tata kelola, asal dan manajemen sumber daya keuangan, isu-isu buruh seperti kompensasi dan diskriminasi di tempat kerja serta dampak lingkungan.

Langkah selanjutnya adalah pemetaan stakeholder. Hal ini berguna untuk memantapkan hubungan saling menguntungkan dengan stakeholder prioritas mereka dan memadukan keterlibatan stakeholder ke dalam system manajemen (Zaim Saidi, 2006: 55-56).

Bencana dan Politik

Sumatera Barat adalah setitik negeri sorga yang diturunkan ke bumi. Ia memiliki aneka kekayaan alam melimpah, keindahan alam mempesona, dan berada pada iklim yang menyejukkan. Namun di balik keistimewaan itu ada yang selalu meresahkan masyarakatnya yakni bencana. Sumbar tak henti-hentinya didera bencana seperti gempa bumi, galodo, gunung meletus, banjir, dan bencana lain dalam skala kecil yang datang silih berganti.


Menurut laporan Harian Singgalang di sepanjang Agustus 2009, gempa, banjir, longsor, dan galodo terjadi di Sumbar. Bencana ini menelan kerugian triliunan rupiah dan melumpuhkan perekonomian masyarakat. Hal ini akibat rusaknya infrastruktur umum, terganggunya mental masyarakat, bahkan menutup mata pencarĂ­an masyarakat yang diterjang bencana.


Sisi lain provinsi ini, media massa local mulai menghembuskan iklim panas Pilkada pasca Pileg dan Pilpres kemarin yang meninggalkan catatan-catatan khusus dalam benak masyarakat. Silih berganti tajuk berita media massa memunculkan persoalan bencana dan calon pemimpin negeri ini. Seakan-akan tidak berhubungan tapi sebenarnya berkaitan. Hal ini merefleksikan bagi kita bahwa masyarakat tidak harus hanya menanti dan mempersiapkan pilkada tetapi juga harus mempersiapkan bagaimana menghadapi bencana di Sumbar. Inilah relasi bencana dan politik.

Sumbar berada di daerah pegunungan yang berisiko galodo, longsor, dan gunung meletus. Kemudian daerah ini juga berada di lingkaran cincin api (ring of fire) dimana daerah yang berada di bibir pantai berpotensi menghadapi gempa dan tsunami, yang menurut prediksi pakar hanya menunggu waktu.


Ketika bencana ini muncul sudah pasti akan banyak menimbulkan kerugian besar secara mental juga material. Oleh karena itu, sebuah kata mutlak, pengurangan resiko bencana mesti diupayakan. Bencana memang terjadi tiba-tiba dan tak terduga, namun gelagatnya juga bisa dipelajari, pengurangan resikonya juga bisa diwujudkan.


Selama ini nyaris bencana dibahas ketika telah terjadi, pemerintah dan relawan seakan disibukkan menghitung rangkaian jumlah kerugian mulai dari fisik, wadah masyarakat sampai hitungan kehilangan jiwa. Sebagai daerah yang begitu rentan dengan bencana seharusnya kita mulai mempersiapkan langkah-langkah taktis dalam pengurangan resiko bencana. Mirisnya lagi ketika bencana terjadi, masyarakat yang terkenapun terlalu lama dalam suasana kebencanaan.


Dalam persoalan bencana ini memang Undang-undang sudah memberikan amanah, seperti Pasal 24 tahun 2008 tentang penanggulangan bencana, ditambah dengan pasal 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, hal ini tentu seluruh jajaran pemerintah dari yang paling atas sampai yang paling bawah meski tanggap terhadap bencana.


Pengurangan resiko bencana juga perlu usaha yang maksimal dan kerjasama dari berbagai pihak, dan ditambah lagi dengan sosialisasi yang bagus kepada masyarakat. Dalam upaya ini pasti akan berhadapan dengan bidang ilmu ekonomi, pendidikan, ilmu kependudukan, kearifan lokal bahkan kepada persoalan hukum. Memang bencana sulit dielakkan namun banyak juga terjadi karena ulah manusia itu sendiri. Bencana seperti banjir dan galodo banyak disebabkan oleh perusakan lingkungan. Hal ini tentu saja menuntut penyadaran terhadap masyarakat, yang dapat dilakukan melalui institusi pendidikan. Alangkah baiknya jika pendidikan kebencanaan masuk dalam kurikulum pendidikan di setiap sekolah.


Sementara itu Pantai Barat Sumatera merupakan daerah yang sangat rawan gempa dan tsunami. Hal ini dapat kita lihat dari struktur permukaan bawah laut, dimana terdapat palung yang dalam, khususnya di perairan pesisir Padang. Karena daerah tersebut merupakan pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.


Oleh karena itu pemerintah harus lebih focus untuk penanganan bencana dengan membuat sistem manajemen mitigasi yang baik. Dalam proses pembuatan sistem manajemen mitigasi yang baik diperlukan data pasial berupa peta dan data atribut berupa informasi. Peta merupakan salah satu cara terbaik untuk memvisualisasikan hasil penilaian kerawanan (vulnerabilitas). Peta dapat memadukan dimensi keruangan (spasial), karakteristik serta berbagai informasi lainnya seperti gambaran lingkungan maupuan data masyarakat yang relevan.


Kembali dalam menyambut aura Pilkada yang mulai memanas, karena pemilihan Gubernur dan 13 Bupati/Walikota yang serentak akan dilaksanakan pada tahun 2010 mendatang di Sumbar. Wacana pengurangan resiko bencana perlu didorong oleh masyarakat sipil terutama Lembaga Swadaya Masyarakat/ NGO, sehingga pemimpin yang terpilih ke depan juga menawarkan rencana-rencana strategis dalam pengurangan dampak resiko bencana diwilayahnya, mulai dari antisipasi bencana sampai kepada pemulihan yang cepat dan tepat sehingga tidak terlalu lama melumpuhkan ekonomi masyarakat.


Demokrasi kita ke depan seharusnya dibangun di atas kesadaran kritis bahwa risiko bencana memiliki eksistensi dan terus berinkubasi sepanjang waktu. Bila tidak ada sumber daya politik yang mendorong kebijakan pengurangan risiko secara kontekstual setempat dan inklusif, serta investasi negara untuk proteksi rakyatnya maka itu perlu dibaca sebagai kegagalan sistemik dan inersia politik di negeri yang rentan bencana. Atau juga elit politik ternyata tidak punya karakter dan sensivitas*.


* Resume Diskusi Reguler SCEDEI-KPMM-NGO se-Sumatera Barat dengan tema : Politik dan Bencana pada tanggal 12 September 2009, di Sekretariat SCEDEI dengan Pemateri : Zulkifli Jailani (anggota DPRDSumbar ) dan Khalid Syafullah (Direktur Walhi Sumbar).

Jaringan Kerja

• United Nation Development Program (UNDP-PBB)
• The Ford Fondation
• The Asia Fondation
• European Union
• AUSAID
• International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
• Canadian International Agency (CON)
• Japan International Agency (JICA)
• Jaringan Nasional Pendukung UKM Jakarta (JNPUKM)
• Mayarakat Transparansi Indonesia ((MTI}
• Indonesia institute For Corporate Governance (IICG)
• NGO Mitra di Sumatera Barat
• Pemerintah Propinsi Sumatera Barat
• Dll

Struktur Organisasi

Dewan Pembina
Drs. Zamzami Munaf, MA (Ketua)
KOL (purn) Busrie
Ir. Fikon
Budi Kumiawan, SS, MSW

Dewan Pengawas
M.Daniei Arifin, SE
Zulkifli Djailani, SH

Dewan Pengurus
Teddy Alfonso, SE, Ak (Ketua Dewan Pengurus)
Dra. Suharyati (Sekretaris)
Mega Ishana, SE (Bendahara)

Badan Pelaksana
Ibnu Chalid Bestari, A.Md (Sekretaris Eksekutif )
Zainal Abadi, S.Psi.I (Direktur Riset dan Pengembangan)
M.Thaufan A, S.Sos (Direktur Database, Publikasi dan Kampanye)
Epaldi, SE (Direktur Konsultasi dan Manajemen)
M. Zikri Ehsan, SS (Direktur Pengorganisasian Masyarakat dan Jaringan)
Frinando (Direktur Advokasi)

Hega Wahyu Anisa, SS (Kepala Keuangan dan Foundrising)
Muhdi (Kepala Divisi Kesekretariatan)
Taufiq (Kepala Divisi Riset)
Firdaus Yusri ( Kepala Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Jaringan)
Mahardika, ST (Kepala Divisi Publikasi dan Kampanye)
Mirfan (Staf Keuangan)